
Di
Indonesia yang banyak keanekaragaman hayati ini masih banyak sumber
pangan lain yang dapat kita manfaatkan untuk mengganti beras sebagai
sumber pangan yang kita konsumsi. Kebutuhan
yang besar jika tidak diimbangi peningkatan produksi pangan justru
menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan produksi di
dalam negeri yang terus menurun. Begitu juga halnya dengan kenaikan
harga kedelai pada saat ini, diperlukan solusi jangka panjang dan tidak
hanya instant untuk memenuhi permintaan konsumen dalam negeri dan tidak
hanya ketergantungan akan impor. Sebagai salah satu contoh dimana
produksi kedelai nasional tampak mengalami kemunduran yang sangat
memprihatinkan. Sejak tahun 2000, kondisi tersebut semakin parah, dimana
impor kedelai semakin besar. (Sources media terkait dan artikel, data
diolah F. Hero K. Purba).
Apabila
kita merujuk ke beberapa negara di Asia seperti Jepang, Malaysia dan
Thailand konsumsi per orang per tahunnya antara 60 s.d 90 kg/kapita,
cukup jauh dibawah bila dibandingkan konsumsi kita yang mencapai 130
kg/kapita. Dan angka tersebut, menjadikan Indonesia sebagai konsumen
beras terbesar di dunia. Pada
kenyataannya kita tidak merasa percaya sebagai negara agraris yang
mengandalkan pertanian sebagai tumpuan kehidupan bagi sebagian besar
penduduknya tetapi pengimpor pangan yang cukup besar. Hal ini akan
menjadi hambatan dalam pembangunan dan menjadi tantangan yang lebih
besar dalam mewujudkan kemandirian pangan bagi bangsa Indonesia. Dalam
hal ini perlu peningkatkan sistem produktivitas yang lebih baik lagi
serta menerapkan kebijaksanaan dalam Management Stock Pangan. Dalam
krisis pangan dunia ada dua hal yang perlu dilakukan secara simultan,
dimana, kita harus keluar dari dua jebakan anomali kebijakan yang dapat
membekukan kinerja pertanian dalam jangka panjang. Diversifikasi
pangan sudah sering digaungkan tetapi penerapan dan implimentasi
kebijakan ke depan yang perlu dipikirkan rencananya. Diversifikasi
pangan secara program telah ada sejak 1970-an, tetapi aksinya adalah
upaya untuk mengindustrialisasikan dan menyediakan aneka ragam produk
pangan. Sering dengan peningkatan infrastruktur fisik pertanian terutama
irigasi, sistem transportasi, telekomunikasi dan energi di desa;
pengembangan kelembagaan agribisnis termasuk dukungan pemerintah hingga
level teknis dan penguatan jejaring usaha; rekonstruksi. Hal ini
merupakan suatu hal yang harus disingkapi dengan seksama dan gerakan
yang membumi dalam pelaksanaannya. Eksplorasi dalam potensi genetik
aneka ragam tanaman yang masih belum optimal tampak pada kesenjangan
hasil petani dan hasil produktivitas di luar negeri atau hasil dalam
penelitian. Dalam hal ini teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan
yang cukup berarti dalam menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi
produksi tinggi.
Kebutuhan akan pangan merupakan suatu kebutuhan dasar yang paling esensial bagi kehidupan manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Mengembangkan pertumbuhan industri makanan sumber daya alam local diluar komoditi beras hal ini yang terpenting dilakukan. Pengembangan
Diversifikasi pangan pokok berbasiskan kepada kondisi setempat. Menurut
Data di kementerian pertanian menunjukkan produksi gabah kering giling
(GKG) 2010 bertambah sebesar 2,46% dibanding 2009. Dengan produksi
sebesar 65,98 juta ton GKG, Indonesia surplus beras sebesar 5,3 juta.
Dengan Pola konsumsi masyarakat yang berbasis pada beras telah
menempatkan produk olahan padi ini tidak lagi sekedar barang ekonomi
tetapi telah diposisikan sebagai komoditas politik yang memiliki dimensi
sosial yang luas. Beras menjadi strategis karena ditempatkan sebagai
makanan pokok. No rice no glory menjadi landasan "politik beras murah"
yang digelar pemerintah dari masa ke masa. Konsumsi beras meningkat
secara signifikan, dari 110 kg/kapita/tahun pada 1967 menjadi 139
kg/kapita/tahun pada 2010. Kebijakan untuk diversifikasi konsumsi pangan
merujuk pada kesadaran dan sudut pandang fisiologis gizi. Manusia untuk
dapat hidup aktif dan sehat memerlukan tidak kurang dari 40 jenis zat
gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan. Program diversifikasi
konsumsi pangan non beras berbasis sumber daya lokal menjadi sangat
penting untuk dilakukan agar tidak terjadi ketergantungan yang amat
tinggi pada satu jenis pangan saja.
No comments:
Post a Comment