Tantangan dalam Mengatasi Krisis Pangan dalam Persaingan Global

Dalam
tantangan untuk mengatasi defisit pangan akan terus meningkat. Belum
ada upaya meyakinkan untuk meningkatkan produk pangan. Permasalahan dan
isu pemanasan global, citra Indonesia di dunia internasional sangat
menonjol. Indonesia adalah Negara berkembang pertama yang menyetujui
pengurangan emisi gas carbon sebesar 26% dalam 5 tahun ke depan angka
yang sangat fantastis jika dibandingkan kesanggupan negara lain yang
rata-rata dibawah 5%. berbagai komoditas pangan. Ke depan, gejolak harga
pangan kian tidak menentu seiring dengan lonjakan penduduk bumi yang
jauh lebih cepat dari peningkatan produksi pangan di bawah bayang-bayang
perubahan iklim.
Dalam delapan tahun terakhir, rata-rata impor sejumlah produk pangan lebih dari US$ 3 miliar setahun, sedang ekspor hanya sekitar US$ 300 juta. Pada 2011, nilai impor enam komoditas pangan seperti beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, dan sapi/daging mencapai US$ 9,4 miliar, sedangkan nilai ekspornya hanya sekitar US$ 150 juta. (Sources, daily investor media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Dalam delapan tahun terakhir, rata-rata impor sejumlah produk pangan lebih dari US$ 3 miliar setahun, sedang ekspor hanya sekitar US$ 300 juta. Pada 2011, nilai impor enam komoditas pangan seperti beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, dan sapi/daging mencapai US$ 9,4 miliar, sedangkan nilai ekspornya hanya sekitar US$ 150 juta. (Sources, daily investor media terkait, data diolah F. Hero K. Purba).
Masalah
Krisis pangan merupakan salah satu isu utama yang menjadi perhatian
dunia di samping krisis energi.Kontribusi sumbangan dari sektor
pertanian terhadap PDB di negara maju hanya 3-5%, pertanian tetap
diperlakukan sebagai sektor dengan prioritas tinggi. Di Indonesia,
kontribusi sektor pertanian terhadap PDB masih 15,3%. Namun, pertanian
adalah sektor yang paling tercecer dibanding sektor lainnya. Menurut
data Kekeringan melanda 87 persen pertanaman kedelai dan 88 persen
jagung. Harga kedelai mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah: 646
dollar AS per ton atau Rp 6.137 per kilogram (Chicago Board of Trade, 20/7/2012).
Harga ini lebih tinggi dibanding puncak krisis pangan 2008 dan
meningkat 44 persen dibanding awal 2012. Harga jagung juga mencapai
rekor tertinggi, 324 dollar AS per ton, meningkat 41 persen dibanding
harga awal tahun. Kebijakan klasik yang hampir selalu diambil pemerintah
terkait dengan krisis pangan adalah penurunan tarif impor hingga 0
persen. Kebijakan ini dipastikan tak akan efektif meredam kenaikan harga
pangan karena tarif impor saat ini sudah cukup rendah, dalam hal ini harga
komoditas biji-bijian di luar beras masih akan terus meningkat. Menurut
data 2011 bahwa produksi Jagung kita minus 3,7 persen, kedelai minus
6,2 persen, gula minus 1,8 persen, beras minus 1,1 persen. Jika
tahun ini tidak ada perubahan radikal, bahkan lima tahun
mendatang,Jika Indonesia bisa menjadi eksportir pangan, gejolak bisa
diatasi. Oleh
karena itu, peningkatan produksi hingga ekspor harus menjadi perhatian
kita semua. Pemerintah jangan mengulangi dengan solusi instan, setiap
kita kekurangan, langsung memilih impor. Permasalahan kasus kedelai
adalah pelajaran yang kita petik saat ini.
No comments:
Post a Comment