Produksi sayuran hidroponik tanpa rumah tanam meningkat 50%. Kuncinya pupuk.
Hamparan kangkung itu subur meski tumbuh tanpa tanah. Tanaman anggota
famili Convolvulaceae itu hanya mencengkeram kerikil seujung kelingking
yang tak pernah memberi nutrisi. Penanggung jawab produksi di Parung
Farm, Sarmin, meletakkan pipa berlubang-lubang di ujung bedengan. Setiap
3 menit nutrisi dari tandon berkapasitas 1.500 liter mengalir menyiram
kerikil itu. Tiga menit kemudian terhenti, mengalir kembali, begitu
berulang-ulang.
Posisi bedeng itu miring 50 sehingga nutrisi pun mengalir ke bedeng
yang lebih rendah. Nutrisi lalu kembali ke tandon, begitu seterusnya
sejak pukul 07.00-16.00. Sarmin menyebut teknik budidaya itu hidroponik
nutrient film technique (NFT) yang dimodifikasi dengan media kerikil.
Pekebun hidroponik NFT lazim menggunakan media serat sabut kelapa atau
rockwool. “Kerikil dipilih karena murah dan tahan lama,” katanya.
Produksi meningkat
Kerikil- kerikil itu terhampar di atas bedengan berlapis terpal
berukuran 2 m x 12 m. Sarmin tinggal menebar benih kangkung di atas
kerikil. Meski demikian ia berupaya mengatur jarak antarbaris 15 cm.
Populasi rata-rata mencapai 150 tanaman per m2. “Awalnya hanya
coba-coba, ternyata hasilnya bagus,” ujar Sarmin. Produksi meningkat dua
kali lipat menjadi 1,5 kg per m2.
Bandingkan dengan budidaya kangkung dengan sistem aeroponik dalam
naungan. Jarak antarlubang tanam 10 cm x 10 cm dengan pola tanam
segitiga. Jumlah lubang tanam mencapai 81 per m2. Produksinya hanya 0,7
kg per m2. Meningkatnya produksi kangkung itu tidak terlepas dari
pemberian pupuk. Sarmin memberikan pupuk AB mix dengan komposisi
masing-masing 10 liter larutan A dan B yang diencerkan dalam 1.000 liter
air.
Sarmin mengalirkan pupuk 2 hari sekali. “Kerikil mampu menahan
nutrisi sehingga pemberiannya tak perlu terlalu sering,” kata Sarmin.
Itu bukti bahwa budidaya NFT ala Sarmin lebih efisien. Laba pun lebih
besar karena biaya produksi relatif rendah. Sarmin mengatakan biaya
produksi hanya Rp20.000 per kg kangkung. Bandingkan dengan kangkung
aeroponik yang menelan biaya produksi Rp25.000 per kg.
Menurut ahli pupuk hidroponik, Ir Yos Sutiyoso, sistem hidroponik
tanpa naungan membuat tanaman mendapat intensitas sinar matahari lebih
tinggi. Itu sebabnya pekebun dapat meningkatkan pemberian pupuk
magnesium, fosfor, dan kalium agar proses fotosintesis optimal.
Magnesium alias inti dari klorofil dapat ditingkatkan 10-20 ppm. Fosfor
mengubah energi matahari menjadi kimia dalam proses fotosintesis 10 ppm
lebih banyak. Kalium, mengatur proses distribusi hara tanaman, 25-30
ppm.
“Sinar matahari yang cukup banyak ditunjang dengan penambahan ketiga
unsur itu meningkatkan produksi minimal 10%,” ujar Yos. Sebagai gambaran
pekebun hidroponik dalam greenhouse di Mojokerto, Jawa Timur, Allen
Hartono meramu 200 ppm kalium, 175 ppm kalsium, dan 160 ppm nitrogen.
Selain itu ia juga meramu 50 ppm magnesium, 45 ppm fosfor, dan 5 ppm
besi dalam 1.000 liter air.
Budidaya tanaman dengan hidroponik tanpa naungan mengakibatkan
intensitas matahari terlalu tinggi. Akibatnya hormon tumbuh tanaman
rusak dan tanaman pun pendek. Untuk mengatasinya, Kunto Herwibowo, di
Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, memberikan pupuk berbahan aktif
sulfotas. “Pemberian sulfotas dengan dosis tepat membuat selada tumbuh
tinggi dan tidak bercabang. Namun, jika dosis berlebih membuat tanaman
bercabang,” ujarnya.
Pupuk daun
Dr Ir Anas Dinurrohman Susila MS, ahli hidroponik di Departemen
Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan
pemupukan pada sistem hidroponik dapat menggunakan pupuk daun karena
kandungan bahan aktif rendah. “Jika diberikan pupuk berkadar tinggi
(kandungan bahan aktif lebih dari 20%) seperti Urea, KCl, dan TSP,
tanaman bisa terbakar,” ujarnya.
Padahal, sistem hidroponik menggunakan dosis pupuk dan kepekatan
larutan yang rendah. Kuncinya, “Berikan secara berkala,” ujar Anas.
Pupuk daun yang beredar di pasaran umumnya minim unsur kalsium. Bila
pekebun melakukan penambahan kalsium, justru akan mengendap sehingga
tidak terserap tanaman. “Kekurangan kalsium pada selada justru
menyebabkan daun terbakar,” ujar Anas.
Kadar oksigen berperan penting dalam proses fotosintesis atau proses
respirasi. Menurut Yos, kian rendah temperatur air, kandungan oksigen
juga kian meningkat. Contohnya, lapisan air teratas-bersuhu
250C-memiliki kadar oksigen terlarut dengan konsentrasi 10 ppm.
Sementara lapisan air di bawahnya bersuhu 200C, kadarnya 12 ppm. Namun,
bila suhu meningkat hingga 300C konsentrasi oksigen terlarut hanya 6
ppm.
Untuk menyiasati suhu tinggi, Kunto sengaja meletakkan tandon nutrisi
di bawah tanah. “Suhu larutannya terjaga. Lebih rendah dibandingkan
jika tandon dijemur,” ujar Kunto. Nutrisi dari tandon mengalir ke talang
berisi tanaman dan akan kembali lagi ke tandon. (Desi Sayyidati Rahimah)
FOTO:
- Penanaman kangkung sistem NFT di Parung Farm, tanpa naungan dengan media batu kerikil
- Kunto Herwibowo (sebelah kanan), membudidayakan selada hidroponik tanpa naungan sejak 2 tahun silam
biaya produksi kangkung Rp 20.000 /kg.... emang harga jualnya berapa???
ReplyDeletesayur hidroponik di supermarket rata2 harganya Rp.20.000/ 200-250 gram
ReplyDelete