Friday, December 28, 2012

Ramu Hara Hidroponik Terbuka

Produksi  sayuran hidroponik tanpa rumah tanam meningkat 50%. Kuncinya pupuk.
Hamparan kangkung itu subur meski tumbuh tanpa tanah. Tanaman anggota famili Convolvulaceae itu hanya mencengkeram kerikil seujung kelingking yang tak pernah memberi nutrisi. Penanggung  jawab produksi di Parung Farm, Sarmin, meletakkan pipa berlubang-lubang di ujung bedengan. Setiap 3 menit nutrisi dari tandon berkapasitas 1.500 liter mengalir menyiram kerikil itu. Tiga menit kemudian terhenti, mengalir kembali, begitu berulang-ulang.
Posisi bedeng itu miring 50 sehingga nutrisi pun mengalir ke bedeng yang lebih rendah. Nutrisi lalu kembali ke tandon, begitu seterusnya sejak pukul 07.00-16.00. Sarmin menyebut teknik budidaya itu hidroponik nutrient film technique (NFT) yang dimodifikasi dengan media kerikil. Pekebun hidroponik NFT lazim menggunakan media serat sabut kelapa atau rockwool. “Kerikil dipilih karena murah dan tahan lama,” katanya.
Produksi meningkat
Kerikil- kerikil itu terhampar di atas bedengan berlapis terpal berukuran 2 m x 12 m. Sarmin tinggal menebar benih kangkung di atas kerikil. Meski demikian ia berupaya mengatur jarak antarbaris 15 cm. Populasi rata-rata mencapai 150 tanaman per m2. “Awalnya hanya coba-coba, ternyata hasilnya bagus,” ujar Sarmin. Produksi meningkat dua kali lipat menjadi 1,5 kg per m2.
Bandingkan dengan budidaya kangkung dengan sistem aeroponik dalam naungan. Jarak antarlubang tanam 10 cm x 10 cm dengan pola tanam segitiga. Jumlah lubang tanam mencapai 81 per m2. Produksinya hanya 0,7 kg per m2. Meningkatnya produksi kangkung itu tidak terlepas dari pemberian pupuk. Sarmin memberikan pupuk AB mix dengan komposisi masing-masing 10 liter larutan A dan B yang diencerkan dalam 1.000 liter air.
Sarmin mengalirkan pupuk 2 hari sekali. “Kerikil mampu menahan nutrisi sehingga pemberiannya tak perlu terlalu sering,” kata Sarmin. Itu bukti bahwa budidaya NFT ala Sarmin lebih efisien. Laba pun lebih besar karena biaya produksi relatif rendah. Sarmin mengatakan biaya produksi hanya Rp20.000 per kg kangkung. Bandingkan dengan kangkung aeroponik yang menelan biaya produksi Rp25.000 per kg.
Menurut ahli pupuk hidroponik, Ir Yos Sutiyoso, sistem hidroponik tanpa naungan membuat tanaman mendapat intensitas sinar matahari lebih tinggi. Itu sebabnya pekebun dapat meningkatkan pemberian pupuk magnesium, fosfor, dan kalium agar proses fotosintesis optimal. Magnesium alias inti dari klorofil dapat ditingkatkan 10-20 ppm. Fosfor mengubah energi matahari menjadi kimia dalam proses fotosintesis 10 ppm lebih banyak. Kalium, mengatur proses distribusi hara tanaman, 25-30 ppm.
“Sinar matahari yang cukup banyak ditunjang dengan penambahan ketiga unsur itu meningkatkan produksi minimal 10%,” ujar Yos. Sebagai gambaran pekebun hidroponik dalam greenhouse di Mojokerto, Jawa Timur, Allen Hartono meramu 200 ppm kalium, 175 ppm kalsium, dan 160 ppm nitrogen. Selain itu ia juga meramu 50 ppm magnesium, 45 ppm fosfor, dan 5 ppm besi dalam 1.000 liter air.
Budidaya tanaman dengan hidroponik tanpa naungan mengakibatkan intensitas matahari terlalu tinggi. Akibatnya hormon tumbuh tanaman rusak dan tanaman pun pendek. Untuk mengatasinya, Kunto Herwibowo, di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, memberikan pupuk berbahan aktif sulfotas. “Pemberian sulfotas dengan dosis tepat membuat selada tumbuh tinggi dan tidak bercabang. Namun, jika dosis berlebih membuat tanaman bercabang,” ujarnya.
Pupuk daun
Dr Ir Anas Dinurrohman Susila MS, ahli hidroponik di Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan pemupukan pada sistem hidroponik dapat menggunakan pupuk daun karena kandungan bahan aktif rendah. “Jika diberikan pupuk berkadar tinggi (kandungan bahan aktif lebih dari 20%) seperti Urea, KCl, dan TSP, tanaman bisa terbakar,” ujarnya.
Padahal, sistem hidroponik menggunakan dosis pupuk dan kepekatan larutan yang rendah. Kuncinya, “Berikan secara berkala,” ujar Anas. Pupuk daun yang beredar di pasaran umumnya minim unsur kalsium. Bila pekebun melakukan penambahan kalsium, justru akan mengendap sehingga tidak terserap tanaman. “Kekurangan kalsium pada selada justru menyebabkan daun terbakar,” ujar Anas.
Kadar oksigen berperan penting dalam proses fotosintesis atau proses respirasi. Menurut Yos, kian rendah temperatur air, kandungan oksigen juga kian meningkat. Contohnya, lapisan air teratas-bersuhu 250C-memiliki kadar oksigen terlarut dengan konsentrasi 10 ppm. Sementara lapisan air di bawahnya bersuhu 200C, kadarnya 12 ppm. Namun, bila suhu meningkat hingga 300C konsentrasi oksigen terlarut hanya 6 ppm.
Untuk menyiasati suhu tinggi, Kunto sengaja meletakkan tandon nutrisi di bawah tanah. “Suhu larutannya terjaga. Lebih rendah dibandingkan jika tandon dijemur,” ujar Kunto. Nutrisi dari tandon mengalir ke talang berisi tanaman dan akan kembali lagi ke tandon. (Desi Sayyidati Rahimah)
FOTO:
  1. Penanaman kangkung sistem NFT di Parung Farm, tanpa naungan dengan media batu kerikil
  2. Kunto Herwibowo (sebelah kanan), membudidayakan selada hidroponik tanpa naungan sejak 2 tahun silam

2 comments:

  1. biaya produksi kangkung Rp 20.000 /kg.... emang harga jualnya berapa???

    ReplyDelete
  2. sayur hidroponik di supermarket rata2 harganya Rp.20.000/ 200-250 gram

    ReplyDelete