Profil Olahan Kakao Indonesia
Kakao
merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan kontribusi untuk
peningkatan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama
kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2%) dengan persentasi
13,6% (BPS, 2011). Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International Cocoa
Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta
ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi
defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (ICCO, 2011). Kondisi ini merupakan suatu
peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk
menjadi produsen utama kakao dunia. Namun, kualitas biji kakao yang diekspor
oleh Indonesia dikenal sangat rendah berada di grade 3 dan 4. Hal ini
disebabkan oleh pengelolaan produk kakao yang masih tradisional 85% biji kakao
produksi nasional belum difermentasi sehingga kualitas kakao Indonesia menjadi
rendah. Rendahnya kualitas kakao menyebabkan harga biji dan produk kakao
Indonesia di pasar internasional dikenai diskon US$200/ton atau 10%-15% dari
harga pasar. Selain itu, beban pajak ekspor kakao olahan sebesar 30% relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan beban pajak impor produk kakao 5%, kondisi
tersebut telah menyebabkan jumlah pabrik olahan kakao Indonesia terus menyusut
(ICCO, 2011). Selain itu para pedagang terutama trader asing lebih
senang mengekspor dalam bentuk biji kakao non olahan. (diolah dari berbagai
sumber) Sentra produksi kakao Lokasi produksi kakao terbanyak berada di
pulau Sulawesi, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah
dan Sulawesi Barat. Luas panen pada tahun 2010 di empat Provinsi di Sulawesi
secara berurutan adalah 271.066 ha, 240.174 ha, 224.871 ha dan 186.125 ha.
Produksi kakao Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Buol, Poso dan Toli-toli. Kakao yang dipanen di Sulawesi Tengah sebagian besar sudah dilakukan fermentasi sehingga memiliki keunggulan di banding kakao non femented. Biji kakao fermented dari Sulawesi Tengah di pasarkan ke PT. Bumi Tangerang. Peningkatan produksi kakao di daerah sentra mempunyai arti strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi industri kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao. Rincian data produksi kakao tahun 2006-2010 disajikan pada tabel berikut. Tabel Produksi Kakao Di Daerah Sentra

Produksi kakao Sulawesi Tengah berada di Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Buol, Poso dan Toli-toli. Kakao yang dipanen di Sulawesi Tengah sebagian besar sudah dilakukan fermentasi sehingga memiliki keunggulan di banding kakao non femented. Biji kakao fermented dari Sulawesi Tengah di pasarkan ke PT. Bumi Tangerang. Peningkatan produksi kakao di daerah sentra mempunyai arti strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Permasalahan utama yang dihadapi industri kakao dapat diatasi dengan penerapan fermentasi pada pengolahan biji pasca panen dan pengembangan produk hilir kakao berupa serbuk kakao. Rincian data produksi kakao tahun 2006-2010 disajikan pada tabel berikut. Tabel Produksi Kakao Di Daerah Sentra
No
|
Provinsi
|
Produksi
kakao (ton)
|
||||
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
2010*
|
||
1
|
Aceh
|
17.071
|
19.249
|
27.295
|
29.130
|
28.429
|
2
|
Sumatera
Utara
|
58.949
|
64.782
|
60.253
|
78.255
|
69.106
|
3
|
Sumatera
Barat
|
18.623
|
20.725
|
32.183
|
33.430
|
34.099
|
4
|
Lampung
|
25.611
|
24.671
|
25.690
|
26.037
|
25.919
|
5
|
Jawa Timur
|
19.672
|
16.613
|
18.270
|
22.677
|
23.056
|
6
|
Sulawesi
Tengah
|
131.942
|
146.778
|
151.949
|
138.149
|
187.179
|
7
|
Sulawesi
Selatan
|
144.533
|
119.293
|
112.037
|
164.444
|
177.472
|
8
|
Sulawesi
Barat
|
112.927
|
88.436
|
149.458
|
96.860
|
101.012
|
9
|
Sulawesi
Tenggara
|
125.279
|
135.113
|
116.994
|
132.189
|
146.650
|
769.386
|
740.006
|
694.129
|
721.171
|
792.922
|
Sumber :
Ditjen Bun *) : Angka sementara. Sementara data pelaku usaha/UPH kakao di
daerah sentra produksi disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel Pelaku
usaha kakao
No
|
Provinsi
|
Jumlah
UPH/pelaku usaha (unit)
|
1
|
Kalbar
|
1
|
2
|
Sulsel
|
6
|
3
|
NTB
|
2
|
4
|
Lampung
|
28
|
5
|
DIY
|
34
|
6
|
Sulteng
|
75
|
Pengeringan dengan pemanas sinar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan non surya memakan waktu 2–3 hari. Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 21 0 C selama 10–15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.
Bisnis kakao akan tetap tumbuh subur karena permintaan dunia akan coklat terus meningkat tajam
ReplyDeletedimana kah rempat penjualan kakau
ReplyDeletedimana kah rempat penjualan kakau
ReplyDelete