Friday, December 28, 2012

Para Pesohor Berkebun di Kota

Mantan Gubernur Jawa Barat, Letnan Jenderal (Purn) Solihin Gautama Purwanegara, ternyata punya hobi sama dengan violis cantik Maylaffayza Permata Fitri Wiguna: berkebun dengan memanfaatkan pekarangan di kota.Maylaffayza, panen kangkung hasil tanam sendiri
Tengok saja yang dilakukan Mang Ihin - panggilan akrab Solihin - di kediamannya di utara Bandung, Jawa Barat. Di halaman rumahnya seluas 4.000 m2 ia menanam padi, kacang panjang, tomat, cabai, hingga terung. Mang Ihin sendiri yang merawat tanaman-tanaman itu. Supaya subur ia memupuk dengan pupuk organik buatan sendiri.
Pupuk itu didapat dengan memfermentasi sampah hijau dengan mikroorganisme lokal (MOL). “Prinsipnya memanfaatkan ketersediaan barang yang ada di sekitar kita,” tutur Solihin. Kelahiran Tasikmalaya 21 Juli 1926 itu membuat MOL dengan mencampur 2 ons terasi, 2 ons ikan asin, dan 1 kg dedak. Merebusnya dalam 2 liter air kelapa, sembari diaduk sampai hancur.
Setelah dingin, campuran itu Solihin masukkan ke dalam ember sembari diberi 2 ons gula pasir, 1 kg kotoran hewan, dan 20 liter air. Setiap 3 hari sekali campuran diaduk, dan biarkan selama 9 hari. Pada hari ke-9 itulah Mang Ihin menyaring campuran. “Air saringan itulah MOL-nya. Ampasnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan tambahan kompos,” kata Gubernur Jawa Barat periode 1974 - 1979 itu. Jika hendak dipakai, MOL yang sudah diencerkan air dengan perbandingan 1:10 itu dikucurkan ke atas sampah-sampah organik rumahtangga yang sudah dicacah. Bahan-bahan itu disimpan dalam kotak dipagari bambu berukuran 2 m x 3 m dan dibolak-balik setiap 3 hari sekali. Setelah 1 bulan, Mang Ihin memanfaatkannya sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanaman di halaman rumah. “Dengan menanam sendiri, kita bisa meminimalisir ketergantungan pangan,” ungkap Solihin.
Agrohome
Masih di tatar Parahyangan, Sobirin Supardiyono pun memanfaatkan halaman rumahnya seluas 800 m2 untuk berkebun aneka sayuran. Pot-pot berisi cabai, tomat ceri, sawi hijau, kangkung darat, selada, hingga padi berjajar rapi di beranda rumah. “Saya juga menanam kol dan bawang daun dalam karung,” tutur Sobirin yang memandang kegiatan berkebun bisa sebagai ajang silaturahmi dan menjalin pertemanan sesama warga kota.
Budidaya sayuran di halaman juga menjadikan rumah zero waste. Maksudnya, limbah sampah organik yang selama ini tidak termanfaatkan bisa digunakan sebagai kompos. “Sampah rumah tidak dibuang ke luar rumah, tapi kembali dimanfaatkan untuk tanaman,” tutur ahli geologi lingkungan itu. Dengan begitu diharapkan terwujud konsep agrohome. Yaitu, rumahtangga pertanian yang bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri dengan memanfaatkan ketersediaan lahan yang ada.
Memanfaatkan lahan yang ada itu pula yang dilakoni Dr Ir Mubiar Purwasasmita, staf pengajar Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung. Mubiar menanam padi dalam pot di lantai dua rumahnya. Menurut pria kelahiran Sumedang, 27 Desember 1951 itu pemanfaatan pekarangan untuk bertanam sayuran selain mempunyai nilai ekonomis juga bisa bernilai rekreatif sebagai pelepas lelah setelah aktivitas keseharian yang padat.
Lahan kota
Yang dilakukan Solihin, Sobirin, dan Mubiar itu dalam bahasa kerennya saat ini disebut urban farming atau bercocok tanam di kota. Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), urban farming merupakan bagian dari urban agriculture (UA). Yaitu suatu usaha memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari dengan memanfaatkan sumberdaya lahan di kota ataupun pinggiran kota. Sumber hara didapat dengan memanfaatkan sampah atau bahan-bahan organik yang selama ini terabaikan. Kegiatannya bisa berupa bercocok tanam sayuran, dan buah, pun budidaya ikan dan hewan ternak.
Fenomena UA sendiri sejatinya bukan barang baru. Menurut Andre Vijoen dalam buku Continous Productive Urban  Landscapes, jejak UA bisa dilacak hingga zaman Persia Kuno dan kebudayaan Macchu Picchu di Peru pada 1450. Bahkan menurut Ir Marco Kusumawijaya, pakar tata kota di Jakarta, pada masa perang dunia kedua, 40 - 60% kebutuhan sayuran di negara Inggris, Jepang, dan Amerika dipenuhi lewat UA. Saat ini, sesuai data dari Departemen Pertanian Kuba, UA menyumbang 90% pangan segar warga ibukota Kuba, Havana. Pada 2003 tidak kurang        3,4-juta ton pangan dihasilkan dari 140 km2 lahan UA.
“Virus” UA mendapat perhatian luas kala menghinggapi Gedung Putih, Amerika Serikat. Pada 2009 First Lady Michelle Obama berkebun sayuran organik di lahan seluas 102 m2. Michelle menanam beragam sayuran seperti kentang, tomat, terung, dan brokoli. Hasil kebun itu kerap digunakan para juru masak Gedung Putih sebagai jamuan makan malam keluarga presiden dan tamu-tamu kenegaraan yang berkunjung.
Lahan kosong
Menurut Rektor Universitas Indonesia Prof Dr der Soz Gumilar Rusliwa Somantri, maraknya praktek UA seiring makin sadarnya masyarakat akan pentingnya lingkungan yang hijau. “Walaupun itu sekadar menanam dalam pot-pot,” tutur Gumilar yang menanam tomat, cabai, dan sayuran lain di pot di halaman rumahnya di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Bagi banyak orang, aktif bertani juga menyehatkan. Berdasarkan beberapa artikel disebutkan 1 jam berkebun mampu membakar kalori sebanyak 280 - 380 kalori setara dengan olahraga jogging 30 menit atau lari 2,5 km.
Gairah serupa tapi tak sama pun menjalari arsitek kondang Ir Ridwan Kamil MT, violis Maylaffayza, dan komunitas Indonesia Berkebun. Komunitas itu berkebun dengan memanfaatkan lahan kosong yang selama ini dibiarkan menganggur. Gerakan itu bermula dari “kicauan” Ridwan Kamil di sebuah jejaring sosial yang mengajak orang berkebun di perkotaan memanfaatkan lahan menganggur. Gayung bersambut, tidak kurang 300 orang turut bergabung. Ridwan menyebut partisipan berasal dari beragam usia mulai 5 tahun hingga 65 tahun.
Pada Februari 2011, gerakan itu mulai menanam kangkung dan sawi hijau di lahan seluas 1 ha di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Lahan itu selanjutnya dibagi-bagi menjadi petak berukuran 3 m x 1 m. Petak-petak yang diberi nama kabupaten di Indonesia itu selanjutnya dipelihara oleh masing-masing anggota.
Berkat kerja sama yang kompak, pada April 2011 komunitas tersebut menuai panen kangkung. Menurut Maylaffayza, kegiatan berkebun itu selain menjadikan lingkungan lebih hijau jika sebagai sarana belajar menanam makanan yang akan dikonsumsi sendiri. Hal senada dikemukakan Ridwan. “Setidaknya ada 3 isu yang disasar: ekologi, ekonomi, dan edukasi,” ungkap kelahiran Bandung 4 Oktober 1971 itu.
Yang menggembirakan kegairahan itu turut pula menjalar ke daerah lain. “Sebentar lagi kota Bandung, Bogor, Semarang, Surabaya, Medan, dan Padang akan menyusul,” tutur Sigit Kusumawijaya, anggota komunitas. Komunitas ini membuka pintu bagi siapa pun pemilik lahan yang ingin lahannya ditanami ataupun individu yang tertarik berkebun.
Menurut Ronny Lukito, penggiat lingkungan dari Gerakan Tanam Indonesia (GTI), kehadiran UA yang kini tengah marak merupakan bentuk gaya hidup yang positif. “Itu penting untuk mengurangi ecological footprint,” tutur Marco. Maksudnya dengan menanam sumber bahan makanan sedekat mungkin dari kita, mengurangi dampak ekologis berupa polusi. Oleh karenanya mereka sudah mulai mencoba dengan menanam sendiri kebutuhan pangan di halaman rumah atau lahan kosong. Anda tertarik ikut serta? (Faiz Yajri)


Ibu Gubernur Bertanam Sayur
Sepetak lahan berukuran 3,5 m x 2 m itu terlihat hijau dan ranum. Maklum di bagian depan petak berjejer kailan Brassica oleracea berumur sebulan dengan 6 - 8 helai daun hijau. Bagian  belakangnya ditanami tomat Lycopersicum esculentum yang telah berbuah seukuran bola pingpong.  “Di sinilah kami menanam sayuran,” kata Ny Sri Hartati Fauzi Bowo, istri Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, saat ditemui Trubus pada awal Mei 2011. Lokasi kebun mini itu berada di halaman belakang rumah dinas gubernur DKI di Jalan Teuku Umar No. 7 Jakarta Pusat.
Di luar petak itu Tatiek Fauzi Bowo - panggilan akrab - masih menanam terung Solanum sp dan cabai rawit Capsicum frutescens. Kedua sayuran itu ditanam rapat di depan pagar tanaman hias si anak nakal Duranta repens. “Dulu saya juga menanam bayam dan kangkung karena cepat tumbuh,” ujar Tatiek yang selalu memasak sayuran hasil panen itu untuk keluarga.
Sebagai ketua tim penggerak PKK DKI Jakarta, Tatiek Fauzi Bowo memang berkepentingan memberikan contoh bila bertanam sayuran banyak memberi manfaat. “Saya memotivasi pada warga agar benar-benar mau terlibat dalam gerakan menanam sayur sehingga minimal warga bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri,” ujar kelahiran Semarang 29 Agustus 1953 itu.
Kini di bawah koordinasinya, banyak ibu-ibu PKK wilayah DKI Jakarta yang telah memanfaatkan lahan dengan menanam beragam sayuran seperti bayam, cabai, terung, dan kangkung. Penanaman tak hanya di lahan, tetapi juga memanfaatkan pekarangan sempit dengan cara menanam dalam pot. “Kesadaran warga akan pentingnya menanam sayuran sudah tumbuh dengan baik,” ujar pemerhati lingkungan itu. (Dian Adijaya S)

No comments:

Post a Comment