Ledakan penduduk dan pertumbuhan kota metropolis tak selamanya
menggusur ruang terbuka hijau. Bila tak percaya tengoklah Singapura.
Pada 1986 negara pulau itu berpenduduk 2,7-juta jiwa dengan ruang hijau
37,5%. Dua puluh satu tahun berselang penduduk berlipat menjadi 4,6-juta
jiwa, tapi ruang hijau pun tumbuh 46,5%.

Sebutan negara mini tak membuat Singapura kehilangan akal menghijaukan kota. Luas daratan mereka hanya 700 km2
atau setara Kota Jakarta. Lima puluh tahun silam Lee Kuan Yeaw, perdana
menteri Singapura, mencanangkan negaranya sebagai garden city alias
kota taman. ‘Lahan terbatas menjadi masalah buat kami, tapi itu bukan
alasan ruang hijau harus hilang,’ kata Lee Pin Pin, deputi direktur
Taman Nasional Singapura.
Pada 2003 Singapura membuat kebijakan, setiap penyebaran 1.000
penduduk mesti dibuat 0,8 ha ruang hijau. Taman kota pun dibangun di
mana-mana. Pemilik gedung bertingkat menyiasati dengan taman atap.
Trotoar pun dibuat seperti lintasan di atas taman. Kini terhubung 120 km
lintasan yang menyatukan semua taman di Singapura. Targetnya pada 2015
terhubung 300 km.
Namun, semua itu belum cukup. ‘Kini mimpi kami bukan membuat garden
city seperti dulu, tapi city in a garden,’ kata Ng Lang, CEO Taman
National Singapura. Dulu unsur taman melengkapi kota, kini targetnya
kota ada di dalam taman - artinya unsur ruang hijau lebih banyak. Dua
tahun belakangan mereka gencar membangun taman vertikal di mana-mana.
Sebut saja di Terminal 3 Bandara Changi dan di Orchard Central Mall.
Solusi kota
Menurut Albert Quek, perancang taman vertikal di Singapura, taman
vertikal solusi buat kota metropolis. ‘Pembangunan gedung untuk hunian
dan kantor sebuah keniscayaan di sebuah kota dan pasti mengurangi ruang
hijau. Taman vertikal mengganti ruang hijau itu tanpa banyak menyita
tempat,’ tutur Albert.
Banyak yang beranggapan taman vertikal merusak tembok karena membuat
lembap dan lapuk. Persepsi itu ‘patah’ setelah Patrick Blanc, botanis
dan peneliti di Eropa, menerapkan prinsip hidroponik dan pemilihan
tanaman yang butuh sedikit tanah - bahkan tanpa tanah - untuk taman
vertikal modern. Ia membangun banyak taman vertikal di Eropa sejak
1980-an dan menerbitkan karyanya 2 tahun silam. Singapura pun menirunya
untuk menghijaukan kota.
Menurut Amalya Hasibuan, desainer taman vertikal di Jakarta, taman
vertikal pun bisa menjadi jawaban untuk Jakarta atau kota besar di
Indonesia yang ruang hijaunya kian berkurang. Data Dinas Pertamanan dan
Pemakaman DKI Jakarta, menyebut saat ini ruang terbuka hijau (RTH)
Jakarta tinggal 9,6% dari luas kota 665 km2. Padahal
kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Jainiro
(1992) dan KTT Bumi di Johannesburg (2002), mensyaratkan kota idealnya
memiliki 30% ruang hijau.
Banyak manfaat
Singapura gencar membangun taman vertikal karena didukung beragam
riset ilmiah yang mengungkap manfaatnya. Riset Universitas Nasional
Singapura menunjukkan permukaan taman vertikal menurunkan suhu 120C
ketimbang dinding telanjang saat siang hari pukul 12.00 - 13.00. Suhu
permukaan dinding telanjang pada siang hari mencapai 38,50C. Sementara rata-rata 8 taman vertikal yang diuji suhunya hanya 26,50C. Perbedaan suhu siang dan malam dinding taman vertikal pun lebih stabil, hanya 10C. Sementara perbedaan suhu siang dan malam dinding telanjang mencapai 100C.
Terungkap pula fakta taman vertikal mampu menurunkan kebisingan kota
yang membuat stres penghuninya. Studi di Singapura menyebut taman
vertikal meredam suara hingga 9,9 dB. Suara bising lalu lintas pun
menjadi lebih lembut.
Manfaat lain ialah menurunkan polusi udara. Di Frankfurt, Jerman,
dilaporkan udara di jalanan tanpa tanaman, dicemari 10.000 - 20.000
partikel polutan per liter udara. Sementara jalanan yang ditumbuhi
tanaman dan ada taman hanya ditemukan 3.000 partikel polutan. ‘Udara
menjadi lebih bersih dan segar,’ kata Amalya.
Kini segudang manfaat taman vertikal itu bisa diperoleh dengan mudah.
Musababnya, inspirasi dari Patrick Blanc membuat perancang taman
vertikal bermunculan sejak setahun terakhir di Asia. Mereka merancang
dari bahan sederhana yang bisa dibuat sendiri seperti karpet, shading
net, bambu, kayu, dan batu bata. Bukan mustahil julukan city in a garden
tak hanya buat Singapura, tapi juga terwujud di tanahair. (Destika Cahyana)
- Taman vertikal di 99 Restaurant, Ranch Market, Grand Indonesia, rancangan Amalya Hasibuan. Sejak setahun terakhir beberapa gedung di Jakarta mulai menerapkan konsep vertical garden berbahan kain felt
- Taman vertikal di mal Orchard Central Singapura. Riset menyebutkan taman vertikal mampu menurunkan suhu hingga 120C pada siang hari pukul 12.00 - 13.00
- Di Singapura lintasan jalan dibuat sepanjang 300 km tanpa mengganggu ruang hijau di bawahnya
- Amalya Hasibuan, Indonesia bisa memanfaatkan taman vertikal sebagai solusi menambah ruang terbuka hijau
No comments:
Post a Comment