Pertanian dengan cara bercocok tanam bermula sebagai dampak dari
perubahan iklim dunia dan adaptasi tanaman terhadap perubahan ini.
Pertanian menjadi berkembang pesat ketika manusia mulai menerapkan
teknologi di dalam budidaya pertaniannya. Secara umum bahwa teknologi
pertanian merupakan penerapan prinsip-prinsip matematika dan ilmu
pengetahuan alam dalam rangka pendayagunaan secara ekonomis sumberdaya
pertanian maupun sumberdaya alam dengan tujuan untuk kesejahteraan umat
manusia.
Perubahan besar budidaya tanaman di Indonesia dimulai pada era orde baru dengan melakukan program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang merupakan bagian dari revolusi hijau. Intensifikasi ditandai dengan penggunaan teknologi pertanian untuk mendapatkan hasil yang optimal dari suatu lahan yang terbatas, sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan pembukaan lahan baru untuk budidaya tanaman, seperti pembukaan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan. Terbatasnya lahan yang produktif, menyebabkan pengembangan pertanian lebih banyak dilakukan dengan cara intensifikasi. Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha Tani, yaitu:
Teknik pengolahan lahan pertanian
Pengaturan irigasi
Pemupukan
Pemberantasan hama
Penggunaan bibit unggul
Setelah dimulainya industrialisasi di tanah air yang ditandai dengan bermunculannya lokasi-lokasi industri, seperti Jababeka, Jatake, Surya Cipta, Kota Bukit Indah dan lain sebagainya. Industrialisasi tidak hanya menyebabkan penyusutan lahan pertanian, tetapi berdampak besar terhadap mobilitas penduduk usia produktif dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi. Kalangan muda tidak lagi tertarik untuk menggeluti bidang pertanian, mereka lebih memilih pergi ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik. Akibatnya, pertanian di Indonesia mengalami kemunduran dan jadilah kita pengimpor bahan makanan, seperti beras, jagung, kedelai dan buah-buahan dari negara lain. Dunia pertanian seperti kehilangan ruhnya sehingga tidak menarik lagi bagi investor, kondisi ini diperparah lagi dengan tidak adanya kebijakan pemerintah yang berpihak pada pengembangan pertanian.
Pertanian di masa yang akan datang juga akan semakin dirumitkan dengan adanya penyusutan lahan pertanian akibat konversi lahan dari pertanian ke non pertanian. Koversi lahan adalah suatu hal yang tak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu, di masa yang akan datang akan muncul teknik pertanian dengan cara vertikal dengan menggunakan semacam gedung-gedung layaknya gedung bertingkat. Teknologi inilah yang mulai dikembangkan oleh negara-negara maju yang mengalami kendala luasan lahan, seperti Jepang dan Korea Selatan. Suatu saat lahan pertanian akan dibangun ke atas dan mengingatkan manusia akan taman-taman bergantung dari Babylonia. Penggunaan konsep pertanian secara vertikal merupakan konsukensi logis akan adanya pertambahan penduduk yang semakin menyita lahan pertanian.
Strategi pembangunan yang sesuai untuk negara agraris seperti Indonesia adalah menetapkan prioritas yang tinggi pada peningkatan produktivitas dan kualitas pertaniannya. Dalam memajukan pertanian perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi, seperti masalah kebutuhan air untuk budidaya tanaman khususnya padi dapat selalu diperhatikan dengan sistem irigasi. Sayangnya, sebagian besar irigasi yang telah dibangun tidak berfungsi dengan baik bahkan banyak yang mengalami kerusakan.
Di masa depan, pertanian juga akan berkembang menggunakan teknologi informasi. Informasi mengenai cuaca dan iklim serta harga pasar dapat diterima petani secara real time di rumah maupun di lahan pertanian secara langsung. Instansi pemerintah dapat langsung mengirim informasi tentang kondisi dan pantauan panen tiap daerah, kegagalan panen, iklim, arus barang melalui pantauan satelit dan hasilnya langsung dapat diterima oleh petani di rumah maupun di lahan pertanian. Pertanian sebagaimana sektor yang lain akan semakin menglobal menyebabkan persaingan yang semakin terbuka antar petani di setiap negara di dunia.
Pertanian di masa yang akan datang juga akan mampu menjadi alternatif bahan bakar bagi umat manusia, misalnya biodiesel yang berasal dari kelapa sawit dan jarak. Teknologi GMO (genetically modified organism) juga pada akhirnya akan mendukung revolusi pennggunaan bahan bakar nabati tersebut dengan menciptakan varietas baru yang dapat tumbuh dengan cepat dan mengabaikan produk pertanian yang aman dikonsumsi. Hal tersebut wajar karena di masa yang akan datang akan muncul varietas tanaman baru dari spesies yang sama, seperti kedelai atau jagung yang berbeda fungsi tidak hanya sebagai tanaman pangan untuk makanan manusia dan pakan ternak, tetapi dapat pula berfungsi sebagai bahan bakar nabati untuk kendaraan bermotor dan mesin pabrik.
Pertanian merupakan jantung pertahanan bagi ketahanan pangan Indonesia. Selain itu, pertanian adalah sektor utama penyedia bahan pangan, baik bagi manusia maupun pakan bagi ternak dan ikan yang merupakan bagian dari siklus pertanian itu sendiri. Meninggalkan sektor pertanian dalam pembangunan nasional, terutama dalam ketahanan pangan akan membawa bangsa ini kepada krisis pangan yang kini gejalanya mulai dirasakan masyarakat, misalnya harga beras dan kedelai yang melambung tinggi belakangan ini. Membangun pertanian Indonesia tanpa komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani, peternak dan nelayan akan membawa bangsa ini kepada krisis keadilan juga. Dari gambaran krisis ini, terdapat kaitan yang sangat erat antara ketahanan pangan dan pertanian yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa pertanian yang maju, ketahanan pangan tidak akan sukses dan tanpa ketahanan pangan yang baik, bangsa ini akan mengalami suatu masalah yang sangat serius yaitu kelaparan dan kemiskinan.
Pembangunan pertanian dengan persfektif baru, yaitu memperioritaskan sumberdaya alam domestik untuk dikelola dengan berbasis IPTEK yang tepat guna, memadai dan mempunyai daya dukung lingkungan. Dengan perspektif baru tersebut maka diperlukan pengarahan kembali strategi dan kebijakan pembangunan yang diharapkan mencapai bangsa mandiri yang didukung pertanian dan pedesaan yang tangguh untuk meningkatkan ketahanan pangan. Berdasarkan analisis terhadap krisis-krisis bangsa khususnya pangan, maka reorientasi kebijakan dasar yang diperlukan adalah perubahan strategi pembangunan dan penataan ruang berimbang yang berkelanjutan, penanggulangan kemiskinan, reforma agraria, percepatan pembangunan pedesaan. Pengarahan kembali strategi dan kebijakan ini dilakukan berdasarkan isu-isu krisis bangsa yang sekarang ini terjadi. Perspektif baru pembangunan merupakan kerangka memandang strategi dan kebijakan di bidang ekonomi, pangan, ekologi dan pertanian.
Pemerintah haruslah memberikan dorongan dan insentif kepada masyarakat dan pihak swasta yang peduli dan bermaksud untuk terjun dalam pengembangan pertanian, khususnya sektor pangan. Semua pihak semestinya menyadari bahwa kemajuan pertanian Indonesia hanya dapat diciptakan dengan penciptaan nilai tambah (value added) terhadap komoditas pertanian melalui inovasi. Sebagai contoh, CPO (crude palm oil) yang sebenarnya dapat menghasilkan produk turunan hingga 123 jenis, perlu dikembangkan industri pendukungnya sehingga penciptaan nilai tambah tersebut tidak hanya pada tersedianya lapangan kerja baru, tetapi secara langsung berdampak positif terhadap pertumbuhan pertumbuhan ekonomi nasional, daya saing dan daya beli masyarakat akan meningkat.
Hendaknya pula, pemerintah hendaknya memberikan insentif dan dukungan terhadap usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang agribisnis. Tujuannya adalah supaya usaha kecil dan menengah tersebut dapat berkembang dan mampu menghasilkan produk agribisnia yang berkualitas sehingga tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi dapat bersaing di pasar internasional. Begitu banyak produk agribisnis berbasis lokal yang sebenarnya dapat dikembangkan dan menjadi produk unggulan Indonesia untuk diekspor ke negara lain, misalnya kerupuk ikan. Banyak daerah di nusantara yang menghasilkannya, jika kemudian dikelola dengan baik, tidaklah mustahil dapat diterima di pasar internasional. Pengusaha kecil dan menengah ini tidak hanya terkendala dengan sumber modal yang terbatas, mereka pun terkendala akan akses yang terbatas tentang informasi perkembangan pasar global. Di sinilah peran duta besar atau atase usaha untuk memberikan informasi pasar dan selera konsumen dari negara-negara yang potensial sebagai pasar untuk pengembangan produk-produk agribisnis lokal.
Perubahan besar budidaya tanaman di Indonesia dimulai pada era orde baru dengan melakukan program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang merupakan bagian dari revolusi hijau. Intensifikasi ditandai dengan penggunaan teknologi pertanian untuk mendapatkan hasil yang optimal dari suatu lahan yang terbatas, sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan pembukaan lahan baru untuk budidaya tanaman, seperti pembukaan lahan gambut satu juta hektar di Kalimantan. Terbatasnya lahan yang produktif, menyebabkan pengembangan pertanian lebih banyak dilakukan dengan cara intensifikasi. Intensifikasi dilakukan melalui Panca Usaha Tani, yaitu:
Teknik pengolahan lahan pertanian
Pengaturan irigasi
Pemupukan
Pemberantasan hama
Penggunaan bibit unggul
Setelah dimulainya industrialisasi di tanah air yang ditandai dengan bermunculannya lokasi-lokasi industri, seperti Jababeka, Jatake, Surya Cipta, Kota Bukit Indah dan lain sebagainya. Industrialisasi tidak hanya menyebabkan penyusutan lahan pertanian, tetapi berdampak besar terhadap mobilitas penduduk usia produktif dari pedesaan ke perkotaan atau urbanisasi. Kalangan muda tidak lagi tertarik untuk menggeluti bidang pertanian, mereka lebih memilih pergi ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik. Akibatnya, pertanian di Indonesia mengalami kemunduran dan jadilah kita pengimpor bahan makanan, seperti beras, jagung, kedelai dan buah-buahan dari negara lain. Dunia pertanian seperti kehilangan ruhnya sehingga tidak menarik lagi bagi investor, kondisi ini diperparah lagi dengan tidak adanya kebijakan pemerintah yang berpihak pada pengembangan pertanian.
Pertanian di masa yang akan datang juga akan semakin dirumitkan dengan adanya penyusutan lahan pertanian akibat konversi lahan dari pertanian ke non pertanian. Koversi lahan adalah suatu hal yang tak dapat dihindarkan. Oleh sebab itu, di masa yang akan datang akan muncul teknik pertanian dengan cara vertikal dengan menggunakan semacam gedung-gedung layaknya gedung bertingkat. Teknologi inilah yang mulai dikembangkan oleh negara-negara maju yang mengalami kendala luasan lahan, seperti Jepang dan Korea Selatan. Suatu saat lahan pertanian akan dibangun ke atas dan mengingatkan manusia akan taman-taman bergantung dari Babylonia. Penggunaan konsep pertanian secara vertikal merupakan konsukensi logis akan adanya pertambahan penduduk yang semakin menyita lahan pertanian.
Strategi pembangunan yang sesuai untuk negara agraris seperti Indonesia adalah menetapkan prioritas yang tinggi pada peningkatan produktivitas dan kualitas pertaniannya. Dalam memajukan pertanian perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi, seperti masalah kebutuhan air untuk budidaya tanaman khususnya padi dapat selalu diperhatikan dengan sistem irigasi. Sayangnya, sebagian besar irigasi yang telah dibangun tidak berfungsi dengan baik bahkan banyak yang mengalami kerusakan.
Di masa depan, pertanian juga akan berkembang menggunakan teknologi informasi. Informasi mengenai cuaca dan iklim serta harga pasar dapat diterima petani secara real time di rumah maupun di lahan pertanian secara langsung. Instansi pemerintah dapat langsung mengirim informasi tentang kondisi dan pantauan panen tiap daerah, kegagalan panen, iklim, arus barang melalui pantauan satelit dan hasilnya langsung dapat diterima oleh petani di rumah maupun di lahan pertanian. Pertanian sebagaimana sektor yang lain akan semakin menglobal menyebabkan persaingan yang semakin terbuka antar petani di setiap negara di dunia.
Pertanian di masa yang akan datang juga akan mampu menjadi alternatif bahan bakar bagi umat manusia, misalnya biodiesel yang berasal dari kelapa sawit dan jarak. Teknologi GMO (genetically modified organism) juga pada akhirnya akan mendukung revolusi pennggunaan bahan bakar nabati tersebut dengan menciptakan varietas baru yang dapat tumbuh dengan cepat dan mengabaikan produk pertanian yang aman dikonsumsi. Hal tersebut wajar karena di masa yang akan datang akan muncul varietas tanaman baru dari spesies yang sama, seperti kedelai atau jagung yang berbeda fungsi tidak hanya sebagai tanaman pangan untuk makanan manusia dan pakan ternak, tetapi dapat pula berfungsi sebagai bahan bakar nabati untuk kendaraan bermotor dan mesin pabrik.
Pertanian merupakan jantung pertahanan bagi ketahanan pangan Indonesia. Selain itu, pertanian adalah sektor utama penyedia bahan pangan, baik bagi manusia maupun pakan bagi ternak dan ikan yang merupakan bagian dari siklus pertanian itu sendiri. Meninggalkan sektor pertanian dalam pembangunan nasional, terutama dalam ketahanan pangan akan membawa bangsa ini kepada krisis pangan yang kini gejalanya mulai dirasakan masyarakat, misalnya harga beras dan kedelai yang melambung tinggi belakangan ini. Membangun pertanian Indonesia tanpa komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani, peternak dan nelayan akan membawa bangsa ini kepada krisis keadilan juga. Dari gambaran krisis ini, terdapat kaitan yang sangat erat antara ketahanan pangan dan pertanian yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa pertanian yang maju, ketahanan pangan tidak akan sukses dan tanpa ketahanan pangan yang baik, bangsa ini akan mengalami suatu masalah yang sangat serius yaitu kelaparan dan kemiskinan.
Pembangunan pertanian dengan persfektif baru, yaitu memperioritaskan sumberdaya alam domestik untuk dikelola dengan berbasis IPTEK yang tepat guna, memadai dan mempunyai daya dukung lingkungan. Dengan perspektif baru tersebut maka diperlukan pengarahan kembali strategi dan kebijakan pembangunan yang diharapkan mencapai bangsa mandiri yang didukung pertanian dan pedesaan yang tangguh untuk meningkatkan ketahanan pangan. Berdasarkan analisis terhadap krisis-krisis bangsa khususnya pangan, maka reorientasi kebijakan dasar yang diperlukan adalah perubahan strategi pembangunan dan penataan ruang berimbang yang berkelanjutan, penanggulangan kemiskinan, reforma agraria, percepatan pembangunan pedesaan. Pengarahan kembali strategi dan kebijakan ini dilakukan berdasarkan isu-isu krisis bangsa yang sekarang ini terjadi. Perspektif baru pembangunan merupakan kerangka memandang strategi dan kebijakan di bidang ekonomi, pangan, ekologi dan pertanian.
Pemerintah haruslah memberikan dorongan dan insentif kepada masyarakat dan pihak swasta yang peduli dan bermaksud untuk terjun dalam pengembangan pertanian, khususnya sektor pangan. Semua pihak semestinya menyadari bahwa kemajuan pertanian Indonesia hanya dapat diciptakan dengan penciptaan nilai tambah (value added) terhadap komoditas pertanian melalui inovasi. Sebagai contoh, CPO (crude palm oil) yang sebenarnya dapat menghasilkan produk turunan hingga 123 jenis, perlu dikembangkan industri pendukungnya sehingga penciptaan nilai tambah tersebut tidak hanya pada tersedianya lapangan kerja baru, tetapi secara langsung berdampak positif terhadap pertumbuhan pertumbuhan ekonomi nasional, daya saing dan daya beli masyarakat akan meningkat.
Hendaknya pula, pemerintah hendaknya memberikan insentif dan dukungan terhadap usaha kecil dan menengah yang bergerak di bidang agribisnis. Tujuannya adalah supaya usaha kecil dan menengah tersebut dapat berkembang dan mampu menghasilkan produk agribisnia yang berkualitas sehingga tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, tetapi dapat bersaing di pasar internasional. Begitu banyak produk agribisnis berbasis lokal yang sebenarnya dapat dikembangkan dan menjadi produk unggulan Indonesia untuk diekspor ke negara lain, misalnya kerupuk ikan. Banyak daerah di nusantara yang menghasilkannya, jika kemudian dikelola dengan baik, tidaklah mustahil dapat diterima di pasar internasional. Pengusaha kecil dan menengah ini tidak hanya terkendala dengan sumber modal yang terbatas, mereka pun terkendala akan akses yang terbatas tentang informasi perkembangan pasar global. Di sinilah peran duta besar atau atase usaha untuk memberikan informasi pasar dan selera konsumen dari negara-negara yang potensial sebagai pasar untuk pengembangan produk-produk agribisnis lokal.
No comments:
Post a Comment