Friday, December 28, 2012

Melon Tiang Jemuran: Antihujan, Produksi Menjulang

anpa ajir, ajir jemuran, dan ajir tegak. Tiga teknik itu kunci Suprayitno meraup untung, di saat pekebun lain buntung.
Melon
Hujan yang terus mengguyur sepanjang 2010 membuat pekebun melon di sentra di Kulonprogo, Yogyakarta, resah. Kelembapan tinggi saat musim hujan jadi kondisi nyaman buat cendawan penyebab buah busuk. Belum lagi risiko lahan terendam air. Puncaknya terjadi pada September 2010. Sebanyak 22 ha kebun melon di Kecamatan Galur, salah satu sentra di Kulonprogo, gagal panen akibat buah terendam air.
Peristiwa buruk itu keruan saja membuat para pekebun kapok. Mereka memilih kembali membudidayakan padi. “Pekebun di Kulonprogo biasanya menanam melon sebagai tanaman sela setelah musim tanam padi pada Mei - Agustus. Ketika kemarau air tidak mencukupi untuk menggenangi padi,” kata kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Obat Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulonprogo, Ir Tri Hidayatun.
Dua buah
Pengalaman pahit itu juga sempat menghantui Suprayitna. Namun, pekebun melon di Desa Bageng, Kecamatan Panjatan, Kulonprogo, itu tetap mengebunkan melon di lahan 3 ha. Maklum, Prayit sudah terikat kontrak dengan para pedagang dan perusahaan pemasok buah untuk pasar swalayan.
Berbagai strategi pun disusun. Prayit memilih teknik budidaya bermodal murah, tapi produktivitas tanaman tetap tinggi. “Kalaupun nantinya gagal, kerugian tidak terlalu besar,” katanya. Salah satunya dengan membudidayakan melon menggunakan ajir yang dibuat seperti tiang jemuran, biasanya ajir tegak. Tiang itu berupa ajir bambu setinggi lutut orang dewasa yang dipasang memanjang searah guludan.
Menurut Prayit, dengan teknik “tiang jemuran” itu pada setiap tanaman dapat dipertahankan 2 - 3 buah berbobot 2 kg/buah. Untuk itu dosis pupuk memang meningkat. Contohnya bila pupuk awal pada ajir tegak hanya 25 g NPK mutiara/lubang tanam, maka pada ajir tiang jemuran minimal 35 g.
Dosis pupuk susulan sama. Setiap tanaman diberi 300 - 400 ml larutan Urea  dengan konsentrasi 2 kg/100 liter air dan larutan NPK mutiara dengan dosis dan konsentrasi sama. Pupuk susulan diberikan sejak 7 hari setelah tanam dengan interval setiap 10 hari hingga umur 60 hari. Total biaya produksi hanya Rp2.700/tanaman karena kebutuhan ajir lebih sedikit. Sedangkan ajir tegak Rp3.500 per tanaman.
Dengan populasi 17.500 tanaman, pada ajir tegak 25.000 tanaman, total produksi mencapai 70 ton/ha. Memang jaring pada kulit melon - salah satu ukuran kualitas buah baik - berkurang. “Tapi saat kondisi pasar kekurangan pasokan seperti sekarang ini, kualitas buah seperti itu masih bisa masuk ke pasar swalayan,” katanya. Harga jual di kebun Rp3.000/kg, lebih rendah daripada melon hasil budidaya dengan ajir tegak yang mencapai Rp3.500/kg. Toh meski begitu, Prayit masih menuai laba Rp162,75-juta. Pada penanaman ajir tegak labanya Rp131,25-juta.
Tanpa ajir
Menurut I Nyoman Sukarata, produsen melon di Tapos, Bogor, Jawa Barat, metode ajir memanjang tergolong baru karena belum banyak diterapkan pekebun. Namun, dengan cara itu sulur dan daun cenderung bergerombol sehingga pekebun mesti rajin menyingkap dan menata daun  agar tidak saling menutupi. “Daun yang saling menutupi bisa menghambat fotosintesis sehingga dikhawatirkan pertumbuhan tanaman malah tersendat,” kata Nyoman.
Berbarengan dengan itu, Prayit juga membudidayakan melon tanpa ajir sama sekali. Tanaman dibiarkan menghampar di permukaan guludan selebar 2 m. Melon ditanam 2 lajur dengan jarak tanam 30 cm, mirip budidaya semangka. Dengan cara itu, populasi tanaman hanya 12.500 tanaman/ha. Biayanya, Rp2.000/tanaman.
Menurut ahli buah, Ir Wijaya MS, teknik budidaya tanpa ajir berisiko tinggi apalagi saat musim hujan. Buah yang langsung menyentuh permukaan tanah yang basah rawan busuk. Prayit mengatasinya dengan menutup permukaan tanah dengan mulsa plastik. Mulsa melindungi tanah dari air hujan sehingga tetap kering. Air hujan langsung jatuh ke parit di samping guludan. Untuk mencegah serangan cendawan, Prayit rutin menyemprotkan fungisida setiap 3 - 4 hari. Ia juga meninggikan guludan hingga setinggi 60 cm agar tanaman tidak tergenang saat hujan.
Alhasil, cara itu mampu menyelamatkan melon hingga panen. Bahkan, 50% hasil panen bisa masuk pasar swalayan. Hitung-hitungan Prayit, produksi melon tanpa ajir mencapai 2 - 3 buah per tanaman dengan bobot rata-rata 2 kg/buah. Jadi, total produksi buah 4 - 6 kg/tanaman atau 50 - 75 ton/ha. Dengan harga jual buah Rp3.000/kg dan dikurangi biaya produksi Rp25-juta/ha, pendapatan bersih Rp125-juta - Rp200-juta/ha.
Untuk memasok pasar modern yang mematok standar ketat kualitas buah, Prayit tetap membudidayakan melon dengan ajir tegak seluas 1 ha. Teknik itu paling ideal menghasilkan melon berkualitas tinggi meski mahal. Dengan kombinasi 3 teknik budidaya, Prayit tetap meraup untung di saat pekebun lain merugi akibat cuaca yang tidak menentu. (Imam Wiguna)

Tiang Jemuran
Populasi  : 17.500 tanaman/ha
Kebutuhan ajir : 15.000 ajir (panjang 2 m)
Pemakaian mulsa plastik: Ya
Produksi per tanaman : 2 - 3 buah
Bobot buah : 2 kg
Produksi per luasan panen : 70 - 105 ton/ha
Harga jual  : Rp3.000/kg
Biaya produksi   Rp2.700/tanaman

Tanpa Ajir
Populasi  : 12.500 tanaman/ha
Kebutuhan ajir  : Tidak ada
Pemakaian mulsa plastik : Ya
Produksi per tanaman : 2 - 3 buah
Bobot buah : 2 kg
Produksi per luasan panen : 50 - 75 ton/ha
Harga jual : Rp3.000/kg
Biaya produksi : Rp2.000/tanaman

Ajir Tegak
Populasi : 25.000 tanaman/ha
Kebutuhan ajir: 31.000 ajir (panjang 2 m)
Pemakaian mulsa plastik: Ya
Produksi per tanaman: 1 buah
Bobot buah : 2,5 - 3 kg
Produksi per luasan panen: 62,5 - 75 ton/ha
Harga jual : Rp3.500/kg
Biaya produksi : Rp3.500/tanaman

No comments:

Post a Comment