Thursday, December 13, 2012

Kedaulatan Pangan Indonesia

INDONESIA ialah negeri agraris yang penuh ironi. Dengan potensi lahan pertanian demikian luas, negeri ini tidak mampu memberi makan rakyat dari hasil bumi sendiri.Hasil evaluasi indeks ketahanan pangan global yang dikeluarkan Economist Intelligence Unit (EIU) yang dirilis dalam acara Dupont Media Forum di Singapura, kemarin, menegaskan hal itu.
Posisi ketahanan pangan Indonesia menurut lembaga itu hanya berada di posisi kelima di antara tujuh negara ASEAN yang dievaluasi. Indeks Indonesia bahkan berada di bawah Filipina yang merupakan pesaing Indonesia dalam kelompok negara pengimpor beras terbesar di dunia.
Posisi ketahanan pangan Indonesia berada di bawah Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Posisi Indonesia hanya sedikit lebih baik daripada Myanmar dan Kamboja.
Hasil evaluasi EIU itu sesungguhnya sama sekali tidak mengejutkan. Tidak mengejutkan karena sudah lama kita mengkhawatirkan kondisi ketahanan pangan kita yang semakin hari semakin buruk.
Hampir seluruh kebutuhan pangan kita dipenuhi dengan impor. Kebutuhan beras, jagung, kedelai, gandum, gula, garam, dan bahan pangan lain tidak mampu kita penuhi sendiri.
Konsekuensinya tingkat ketergantungan kita terhadap pihak asing pun semakin meningkat. Itu tecermin dari volume impor bahan-bahan pangan kita yang terus meningkat setiap tahun.
Jangan heran bila kita selalu dihantui krisis pangan. Contoh terbaru ialah krisis kedelai yang berlangsung pekan ini. Harga kedelai naik tidak terkendali dari Rp5.000 menjadi Rp8.000 per kg. Akibatnya pengusaha tahu dan tempe pun memilih mogok produksi.
Krisis kedelai memperlihatkan kepada kita bahwa terlalu menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokok pada produk impor merupakan kebijakan yang sangat rentan.
Sewaktu-waktu krisis yang sama dapat terulang dengan tingkat bahaya yang jauh lebih besar dan luas. Kalau sekarang kedelai, krisis yang sama dapat menimpa beras, jagung, gandum, dan bahan pangan lain.

Semestinya krisis kedelai itu menjadi pelajaran mahal. Ancaman krisis pangan yang membayangi dunia belakangan ini memperlihatkan betapa pasar pangan global tidak bisa lagi dipercaya sebagai sumber stok.
Kita tidak boleh menyerahkan sepenuhnya pemenuhan pangan kita kepada mekanisme pasar. Harus ada langkah ekstrem yang diambil pemerintah untuk mencegah terjadinya krisis pangan yang lebih luas dan lebih masif. Untuk itu, tiada pilihan kebijakan lain kecuali menciptakan stok pangan yang dipenuhi dari produksi dalam negeri. Sudah saatnya kita menghentikan ketergantungan pangan terhadap impor.
Kedaulatan pangan harus dapat kita tegakkan. Karena itu, swasembada pangan tidak boleh hanya diucapkan, tetapi harus mulai dipraktikkan dan diwujudkan. Semuanya memang membutuhkan kerja keras, tetapi itu bukan mustahil dicapai. Sesungguhnya kita pernah berhasil melakukannya.

No comments:

Post a Comment