“Bule” Merajalela
Kalau anda kebetulan sedang berjalan-jalan di sekitar kab. Magelang
Jawa Tengah jangan kaget bila melihat tanaman cabai yang berdaun kuning
terutama di bagian pucuknya. “Bule” begitu masyarakat daerah situ menyebutnya. Nggak tahu kapan mulainya dan siapa yang menularkan yang jelas si “bule” itu sekarang merajalela.Penyakit
keriting kuning pada cabai memang sulit dikendalikan. Penyakit ini
disebabkan oleh virus dari golongan geminivirus. Virus ini sudah
menyebar di berbagai daerah di Indonesia, baik di Jawa Tengah, DIY, Jawa
Barat, Bali, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh
Darussalam (NAD), Bengkulu, Kalimantan Timur dan Gorontalo. Sejak kapan
virus ini menyebar tidak ada data, yang jelas akibat dari virus ini saat
ini sudah menghawatirkan.
Gejala serangan virus ini berawal dari tunas tanaman yang menguning,
keriting dan kaku. Umur tanaman mulai terserang tidak pasti, kadang
masih kecil, masa pertumbuhan bahkan pada waktu masa generatif bisa
terserang tergantung kapan terjadinya inveksi virus tersebut. Biasanya
setelah virus ini menyerang satu tanaman pada suatu hamparan maka akan
cepat menular ke tanaman yang lain. Kalau virus ini menyerang dari awal
pertumbuhan maka bisa dipastikan tanaman tidak akan berbuah, tapi kalau
virus tertular setelah vase generatif buah yang sudah jadi akan tetap
jadi tetapi tidak ada buah baru yang muncul.
Virus ini ditularkan oleh vektor (pembawa virus). Biasanya di kalangan petani KUTU PUTIH/KUTU KEBUL (Whitefly, Bemisia tabaci Genn.)
dikenal sebagai vektor virus ini. Ini bisa dilihat apabila terjadi
keriting kuning di bagian bawah daun yang terserang biasanya terlihat
adanya kutu yang berwarna putih. Kutu kebul ini merupakan hama pencucuk
penghisap yang menghisap cairan tanaman terutama pada pucuk daun atau
tunas tanaman.
Dari pustaka yang saya dapat Geminivirus merupakan virus tanaman yang
banyak menimbulkan kerusakan di daerah tropik dan subtropik.
Geminivirus ini mempunyai genom berupa DNA utas tunggal (single stranded/ss
DNA), berbentuk lingkaran dan terselubung protein dalam virion
ikosahedral kembar (gemini) dengan ukuran 18~30 nm. Virus ini
diklasifikasikan dalam famili Geminiviridae yang terbagi dalam 4 genus (Mastrevirus, Curtovirus, Topovirus, dan Begomovirus) berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang. Genus Mastrevirus mempunyai genom berukuran 2.6~2.8-kilo base (kb), ditularkan oleh wereng hijau (Leafhopper) ke tanaman monokotil. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran 2.9~3.0 kb., ditularkan juga oleh wereng hijau (Leafhopper) ke tanaman dikotil. Genus Topovirus mempunyai ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh wereng pohon (Treehopper) ke tanaman dikotil. Sedangkan genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2.5~2.9 kb., yang menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutu kebul (Whitefly, Bemisia tabaci Genn.). Begomovirus
mempunyai spesies yang paling banyak dan menyerang banyak tanaman di
bandingan 3 genus yang lainnya. Untuk membedakan virus sampai ke
tingkat spesies maka mengetahui urutan sekuen DNA merupakan cara yang
paling tepat.
Hasil sekuen DNA begomovirus asal tanaman cabai dari Indonesia dibandingkan dengan beberapa spesies begomovirus yang telah di ketahui di GenBank diantaranya Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV, X15656), Tomato leaf curl virus (ToLCV, S53251), Tomato yellow leaf curl Thailand virus (TYLCTHV, X63015), Ageratum yellow vein virus (AYVV, X74516), Pepper leaf curl virus (PepLCV, AF134484), Tomato leaf curl Indonesia virus (ToLCIDV, AF189018) dan Tomato leaf curl Java virus (ToLCJAV, AB100304), menunjukkan kesamaan sekuen DNA di bawah 90%. Artinya bahwa begomovirus asal tanaman cabai dari Indonesia merupakan spesies yang berbeda dengan begomovirus yang sudah di laporkan sebelumnya. Kemudian di namakan Pepper yellow leaf curl Indonesia
virus (PepYLCIDV) dan terdaftar di DDBJ (DNA Data Bank of Japan), EMBL
(The European Molecular Biology Laboratory) atau GenBank dengan
accession number AB189850. Secara genetik PepYLCIDV mempunyai hubungan
kekerabatan yang lebih dekat dengan ToLCPHV asal Filipina di bandingkan
spesies lainnya. (Sukamto, peneliti Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Bogor, Departemen Pertanian RI).
Sampai sekarang belum ditemukan obat atau zat kimia yang dapat
mematikan atau menginaktifkan virus ini. Yang dapat dilakukan oleh
petani hanyalah mengendalikan vektor tersebut, baik dengan pengendalian
hama terpadu ataupun dengan pestisida. Pembersihan tanaman inang lain
seperti tomat, rumput babandotan (Ageratum conyzoides L.),
tembakau dan tanaman lain yang disukai oleh kutu kebul dapat membantu
mengurangi populasi kutu tersebut. Kita harus mulai waspada apabila
salah satu tanaman kita sudah terserang virus lebih baik dicabut
kemudian dibuang atau di musnahkan, karena tanaman yang sakit tersebut
akan menjadi inang dan akan menularkan virus tersebut ke tanaman yang
lain. Dengan pengendalian kutu kebul dari tanaman muda atau mulai tanam
akan membantu mengendalikan virus ini.
Kita tunggu saja apakah beberapa tahun kedepan para profesor dan orang-orang jenius di bumi ini dapat mengendalikan virus ini.
No comments:
Post a Comment